Yayasan Mitra Inti telah memasuki usianya yang kesebelas tahun saat ini, di mana fokus utama pengabdiannya adalah di bidang seksualitas dan kesehatan reproduksi. Mungkin bagi orang yang hanya mengerti arti harfiah dari kespro, ruang lingkupnya sempit sekali. Kespro hanya diartikan mengurusi orang hamil, melahirkan, menstruasi, menopause, keluarga berencana dsb. Padahal, setiap hal terkait organ reproduksi, terkait kemampuan menghasilkan generasi penerus, dan bertanggung jawab terhadap kesehatan keturunan kita selanjutnya juga terkait erat dengan kespro. Itupun masih terlalu sempit untuk arti sebuah kespro.
Dengan demikian, apabila kita sendiri sebagai manusia yang dapat bereproduksi, tidak dapat menghasilkan keturunan yang benar-benar sehat sesuai definisi WHO, yaitu sehat fisik, mental, sosial, maka dapat dikatakan kita tidaklah sehat secara reproduksi. Dengan demikian akan banyaklah orang di sekitar kita yang sebenarnya tidak memenuhi syarat dapat disebut sehat secara reproduksi. Apalagi orang-orang yang tidak mampu bereproduksi, dalam bahasa awam disebut mandul yang umumnya merupakan kontribusi dari kedua pihak baik laki-laki maupun perempuan.
Kesehatan reproduksi adalah sehat secara fisik mental sosial dan bukan semata-mata tidak adanya penyakit atau ketidakmampuan dalam sistem, fungsi dan proses reproduksi. Satu saja dari syarat itu tidak terpenuhi maka tidak dapat disebut sehat reproduksinya. Misalnya apabila seluruh organ reproduksinya sebenarnya sehat dan dapat berfungsi normal, namun bila dia memiliki beban pikiran yang berat, mungkin akan mengalami kesulitan untuk memiliki keturunan karena ada hormon yang turut mempengaruhi kesuburannya saat itu dan mengurangi kemampuannya untuk dapat disebut subur.
Mari kita kembali ke topik utama, apa kaitan antara narkoba dan kespro? Sudah jelas sekali dalam beberapa teori, literatur dan hasil studi sebelumnya yang membahas kaitan antara hal ini. Secara teori, narkoba sendiri mempengaruhi kemampuan seseorang untuk dapat melakukan hubungan seksual, menurunkan kualitas sperma dan sel telur, meningkatkan atau menurunkan gairah/libido sehingga secara tidak langsung mempengaruhi hubungan seksual juga (jadi menggebu-gebu melakukan hubungan seks dengan siapapun tanpa pandang bulu, atau sama sekali tidak bergiarah untuk melakukannya, tergantung jenis narkoba yang dipakainya).
Bagaimana dengan fakta yang ditemukan di lapangan? Para pecandu narkoba umumnya aktif secara seksual, baik laki-laki maupun perempuan, baik dilakukan secara sadar maupun tidak sadar (dalam kondisi high/pedaw). Penggunaan narkoba membuat mereka tidak berpikir panjang akan akibat dari hubungan seksual yang mereka lakukan. Namun demikian, walaupun aktif seksual bukan berarti mereka mempunyai informasi akurat mengenai aspek seksualitas dan kesehatan reproduksi, karena umumnya pengetahuan mereka mengenai hal itu sangat terbatas. Jangankan aspek pencegahan kehamilan atau tertular infeksi menular seksual (IMS) yang dapat dicegah dengan menggunakan kondom, aspek yang sangat sederhana tentang akibat dari hubungan seks yang tidak aman dapat menyebabkan kehamilan dan IMS-HIV/AIDS saja tidak mereka ketahui sebelumnya.
Akibatnya, dalam sebuah studi ditemukan bahwa dari perempuan pecandu yang sudah aktif seksual, 40% di antaranya sudah pernah mengalami aborsi dan 80% dari mereka sudah pernah mengalami IMS, termasuk HIV/AIDS!
Mereka umumnya melakukan hubungan seksual dengan teman sesama pecandu, pacar, saudara, orang baru dikenal ataupun bandar untuk mendapatkan narkoba. Jadi banyak juga yang menjual jasa seks untuk ditukar dengan narkoba. Ada juga yang menjadi korban dari kelakuan teman atau pacarnya, yaitu dalam minuman mereka dimasukkan obat-obatan yang menyebabkan mereka kehilangan kesadaran, dan saat bangun, mereka sudah tidak perawan lagi, atau tiba-tiba satu bulan kemudian dia mendapati dirinya hamil dan tertular IMS!
Dalam kehidupan pecandu, sudah jamak apabila memiliki pasangan seksual lebih dari 1 orang dikarenakan adanya kebutuhan untuk mendapatkan narkoba tadi, terutama di saat tidak punya uang untuk membeli. Pecandu yang pernah berhubungan seksual dengan lebih dari 10 orang juga tidak aneh lagi, demikian pula halnya dengan pecandu perempuan yang sudah pernah aborsi lebih dari 1 kali juga sudah jamak terjadi. Hal yang lebih membuat miris adalah aborsi yang dilakukannya umumnya secara tidak aman, dalam arti dilakukan oleh bukan orang yang berkompeten di bidangnya, tidak menggunakan alat-alat steril dan tidak diakui dalam dunia medis, sehingga menyebabkan tingginya risiko terjadinya kematian. Belum lagi apabila pecandu ini juga sudah terinfeksi HIV, bila alat aborsi yang digunakan setelah menolong dia tidak disteril, lalu dipakai untuk melakukan aborsi pada orang lain, maka alat tersebut dapat menjadi sarana penularan HIV di antara para pasien aborsi tidak aman! Sudah dapat dibayangkan tingginya penularan HIV yang terjadi di fasilitas pelayanan aborsi tidak aman ini.
Pecandu yang tidak melakukan aborsi, bukan berarti pula dapat menjalankan kehamilannya den gan aman. Pecandu perempuan yang masih memakai narkoba selama hamil, dapat menyebabkan keguguran, lahir prematur, lahir mati atau bayi lahir dalam kondisi sakaw (gejala putus obat). Selain itu, pecandu perempuan yang hamil juga rentan terkena kekerasan seksual dari suami, pacar, bandar dsb yang dapat membahayakan kehamilannya. Bahkan ada seorang pecandu hamil yang didorong seniornya di panti rehabilitasi dari atas tangga sampai jatuh ke bawah dan mengalami keguguran, perdarahan hebat sampai menyebabkan kematian!
Jadi, apakah seorang pecandu yang menjalani proses reproduksi, dapat dikatakan sehat? Silakan dijawab sendiri berdasarkan artikel ini.
Penulis: Laily Hanifah
0 komentar:
Posting Komentar