bu yang telah didiagnosa positif HIV biasanya tidak mau memberikan ASI pada anaknya karena takut si bayi tertular virus tersebut. Tapi ibu yang memberikan ASI eksklusif pada bayinya justru bisa mencegah penularan tersebut.
Ibu yang mengidap HIV cenderung tidak ingin memiliki anak dan kalaupun punya anak tidak mau menyusuinya karena tidak ingin si anak tertular penyakitnya. Namun Badan kesehatan dunia (WHO) pada 1 Desember 2009 menyatakan bahwa ibu yang positif HIV bisa menyusui anaknya secara eksklusif.
"Ibu yang positif HIV bisa menyusui anaknya secara eksklusif asalkan si ibu mengonsumsi obat antiretroviral (ARV) sejak awal kehamilannya," ujar dr Henny Hendiyani Zainal seorang konselor AIMI dalam acara coffee morning Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) di Restoran Sambara, Jakarta, Senin (21/12/2009).
Jika ibu yang positif HIV, maka sejak awal kehamilannya harus sudah mengonsumsi obat ARV agar virus yang ada dalam tubuh ibu tidak ditularkan pada anaknya. Hal ini berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap ibu yang positif HIV di Afrika Selatan.
Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Batasan usia remaja menurut WHO (badan PBB untuk kesehatan dunia) adalah 12 sampai 24 tahun. Namun jika pada usia remaja seseorang sudah menikah, maka ia tergolong dalam dewasa atau bukan lagi remaja
Selasa, 19 Juli 2011
Jangan Bohongi Anak soal Seksualitas
Sangat penting memberikan pendidikan seks sedari dini. Alasan tabu harus disingkirkan jauh-jauh saat membicarakan seksualitas dengan anak. Anda tentu tak mau anak mendapat informasi keliru seputar seksualitas, kan?
Pendidikan seks, lebih tepatnya seksualitas, tak hanya terbatas pada pemahaman organ seksual beserta fungsinya ataupun tentang kesehatan reproduksi. Cakupannya lebih luas dari sekadar masalah seks semata.
Ada penekanan makna yang lebih luas sebagai individu perempuan dan laki-laki, agar seorang perempuan bisa menghargai keperempuanannya, seorang pria dapat menghargai kelaki-lakiannya, dan masing-masing menghargai lawan jenisnya.
“Itu sebabnya, sangatlah penting memberikan pendidikan seksualitas kepada anak sejak dini,” ujar Dra Clara Istiwidarum Kriswanto, MA, CPBC.
Pendidikan seks, lebih tepatnya seksualitas, tak hanya terbatas pada pemahaman organ seksual beserta fungsinya ataupun tentang kesehatan reproduksi. Cakupannya lebih luas dari sekadar masalah seks semata.
Ada penekanan makna yang lebih luas sebagai individu perempuan dan laki-laki, agar seorang perempuan bisa menghargai keperempuanannya, seorang pria dapat menghargai kelaki-lakiannya, dan masing-masing menghargai lawan jenisnya.
“Itu sebabnya, sangatlah penting memberikan pendidikan seksualitas kepada anak sejak dini,” ujar Dra Clara Istiwidarum Kriswanto, MA, CPBC.
Label:
anak,
bayi,
pendidikan seks,
seks edication,
seks edukasi
Bagaimana Berbicara dengan Remaja sehingga Mereka Mau Mendengar
& Bagaimana Mendengar Remaja sehingga Mereka Mau Bicara
oleh: Rizki Dinar Winiar
Buku ini sangat baik dibaca oleh setiap orang, khususnya orang tua yang mempunyai anak usia remaja. Seringkali terdapat perbedaan persepsi antara keinginan anak dan keinginan orang tua, dan dalam buku ini digambarkan secara jelas kiat-kiat menemukan jembatan perbedaan itu.
Awal kisah bermula dari perkumpulan yang digagas oleh seorang psikolog, kurang lebih sepuluh orang tua berkumpul setiap minggu. Mereka mempunyai anak remaja usia 12-16 tahun. Setiap pertemuan mereka menceritakan kegalauan mereka akibat ulah para remaja itu. Masing-masing remaja tentu seperti halnya manusia lainnya, unik. Namun, ternyata ada persamaan hal-hal yang menjadi dasar untuk dapat mengenal, mendekati dan memahami mereka. Berikut adalah kuncinya.
Kehamilan dan Kafein
Sebuah tinjauan penelitian yang dilakukan oleh Dokter Kandugan American College telah menemukan bahwa tidak apa-apa bagi wanita hamil untuk mengkonsumsi kafein dalam jumlah sedang. Sejumlah kecil kafein mungkin tidak akan meningkatkan risiko kelahiran prematur atau keguguran. Di masa lalu, peneliti telah menemukan bukti yang berbeda mengenai dampak konsumsi moderat kafein pada kehamilan dan komplikasi.
Namun, sebuah komite di perguruan tinggi telah mereview bukti masa lalu yang telah ditentukan baik bagi wanita hamil untuk minum kopi selama kehamilan. Menurut Komite ini, 200 miligram kafein setiap hari tidak memberikan kontribusi signifikan risiko keguguran atau kelahiran prematur. 200 miligram kafein sehari setara dengan 12 ons cangkir kopi, atau empat 8-ons cangkir teh, atau lima 12-ons kaleng soda, atau enam batang coklat hitam sehari.
Label:
anak,
KADER KESEHATAN REMAJA,
kafein,
kopi,
tumbuh kembang
Langganan:
Postingan (Atom)