Bersih adalah sehat! Tentunya jargon ini tidak ada yang membantah. Tapi benarkah semakin bersih seseorang semakin membuatnya tidak kebal penyakit karena tubuh tidak pernah terlatih melawannya?
Berkaca pada zaman dahulu saat orang belum mengenal sanitasi dan kebersihan, penyakit autoimun justru tidak banyak ditemukan.
Ketika orang jarang mandi dan cuci tangan, imunitas atau kekebalan tubuh saat itu lebih kuat karena sering terpapar oleh parasit-parasit.
Tapi kini semakin tinggi kesadaran orang untuk bersih kuman malah semakin sulit dilawan. Benarkah demikian?
Peneliti di University of California, San Diego dalam studi yang dimuat di Journal Nature Medicine menyimpulkan bahwa adanya kotoran, bakteri dan mikroorganisme lainnya bisa menguntungkan untuk kesehatan seseorang.
"Bakteri sebenarnya baik untuk kita," ujar Professor Richard Gallo seperti dikutip Journal Nature Medicine, Kamis (7/10/2010).
Menurutnya orang yang terlalu terobsesi ingin selalu bersih dan higienis justru merusak kemampuan bakteri di permukaan kulit untuk melindungi kulit dari luka, memar atau peradangan.
Peneliti menyebutkan bahwa salah satu pemicu alergi pada anak-anak adalah kurangnya mereka diperkenalkan dan terpapar oleh kotoran sehingga sistem imun tubuhnya tidak berkembang dengan baik.
Hal tersebut dikemukakan peneliti setelah sebuah studi yang dilakukan Charity Allergy di Inggris menunjukkan bahwa 40 persen kasus alergi yang terjadi saat ini meningkat dua kali lipat dibanding tahun 1990-an, padahal masyarakat saat ini punya kebiasaan yang lebih sehat dan bersih di banding masyarakat zaman dulu.
"Bakteri-bakteri itu bisa mengurangi inflamasi (peradangan) dan meningkatkan daya tahan tubuh jika ada luka sehingga luka itu tidak terlalu membengkak atau terasa perih di kulit," jelas Gallo.
Sebelumnya Dr Zakiudin Munasir, Sp.A(K), Ketua Divisi Alergi Imunologi, Departemen Ilmu Kesehatan Anak, FKUI-RSCM mengatakan di dalam tubuh terdapat keseimbangan sistem kekebalan tubuh, yaitu sel-sel limfosit (sel darah putih) yang terbagi menjadi sel limfosit Th1 (T helper 1) dan Th2.
Sel limfosit Th1 aktif di dalam sel dan berperan terhadap ancaman infeksi dan juga alergi. Sel limfosit Th2 aktif di luar sel dan hanya berperan terhadap alergi.
Sel limfosit Th1 dalam tubuh akan aktif di lingkungan yang kumuh atau banyak alergen (pemicu alergi), sehingga tubuh memiliki perlawanan lebih terhadap infeksi. Sel limfosit Th1 bersifat lebih kuat terhadap alergi, dan karena sel limfosit ini berperan terhadap infeksi dan alergi, maka alergi akan jarang di daerah kumuh.
Sedangkan pada daerah yang tidak terlalu banyak alergen, yang aktif hanyalah sel limfosit Th2 karena kecil kemungkinan terjadinya infeksi, sehingga memungkinkan lebih banyak terjadi alergi dibanding daerah kumuh.
Meski begitu Dr Zaki menegaskan, setiap orang tetap harus selalu menjaga kebersihan lingkungan untuk menghindari penyakit-penyakit yang lebih berbahaya dari alergi, seperti tuberkulosis dan campak.
Hal senada juga diungkapkan Professor Gallo dia tidak setuju jika orang menganggap bersih itu tidak baik. Karena ada juga jenis bakteri merugikan yang bisa mengakibatkan inflamasi pada kulit, seperti bakteri dari spesies staphylococcal karena kebiasaan hidup kotor.
Jadi bersih itu wajib tapi jangan terlalu terobesesi karena tubuh tidak terlatih melawan penyakit
Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Batasan usia remaja menurut WHO (badan PBB untuk kesehatan dunia) adalah 12 sampai 24 tahun. Namun jika pada usia remaja seseorang sudah menikah, maka ia tergolong dalam dewasa atau bukan lagi remaja
Selasa, 26 Oktober 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar